MUI Tubaba: “Perbedaan Hari raya Idhul Adha tidak perlu diperdebatkan.”
TubabaQu.id : Panaragan – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tulang Bawang Barat, K.H Muhyiddin Pardi menjadi narasumber pada program Dialektika, Radio Streeming TubabaQu, Tulang Bawang Barat, Senin (26/6/2023).
Dialog yang mengangkat Topik Berqurban, Cukup Sekali atau Setiap Tahun? dipandu Presenter Anggun Eristi membahas Hakikat Berqurban dan hukumnya.
KH. Muhyiddin Pardi menjelaskan, tidak saja berkurban, semua ibadah dalam Islam baik sifatnya ibadah yang diwajibkan, seperti shalat, zakat, puasa dan Haji, muaranya adalah ketaqwaan, agar menjadi orang yang taqwa.
Dalam bahasa sederhana, terus K.H Muhyiddin, taqwa adalah melakukan pekerjaan yang tidak membahayakan diri dan orang lain.
“Jadi konsep dalam ketaqwaan itu, ketika orang melakukan pekerjaan yang tidak membahayakan diri sendiri dan tidak membahayakan orang lain” terang K.H Muhyiddin Pardi.
Disinilah esensi menjalankan ibadah kurban, menurutnya, berkurban memerlukan keikhlasan, dengan kehilangan harta, waktu dan tenaga.
“Kita hilang harta, waktu dan tenaga untuk berkurban, jika tidak ada nilai kebaikan dalam hatinya, mau dia namun tidak ada niat untuk berkurban, tidak ada ketaqwaan.”
Hari Raya Kurban, atau Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriyah tahun ini bertepatan pada hari Kamis 29 Juni 2023.
Dan bagi Umat Islam yang mampu dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban. Karena, Berkurban hanya dilakukan sekali dalam setahun.
Dalam dialektika ini Ketua MUI mengatakan untuk pemilihan hewan kurban sebaiknya menggunakan hewan yang baik dan tidak cacat fisik dari lahir ataupun hewan yang stres.
“Ketika menyembelih hewan kurban, ada bacaan doa yang harus diperhatikan oleh orang yang menyembelihnya yakni “Bissmillahi Allahu Akbar”.
Sementara mengenai perbedaan Hari raya Idhul Adha (Lebaran Haji) 10 Dzulhijjah 1444, juga membuka wawasan bagi umat, wawasan keilmuan dan sosial, artinya perbedaan dalam hidup adalah hal yang lumrah, tidak perlu diperdebatkan.
“Oleh karena itu, janganlah memaksakan pendapat orang lain harus sama dengan kita, namun yang harus kita lakukan, bagaimana kita memahami perbedaan itu.”
Diakhir dialog, K.H Muhyiddin Pardi, juga berpesan jika kita tidak mampu berkurban jangan dipaksakan,jika dipaksakan, justru tidak mengangkat derajat kita.
‘Sebaliknya, jika tidak dipaksakan (tidak berkurban) bahwa kita menyadari belum mampu berkurban, justru akan meningkatkan ketaqwaan kita” pungkasnya.(**).